Setelah membahas persaingan antara HTML5 dengan Flash, kebanyakan orang sepakat, memang HTML sudah saatnya secara native mendukung pemutaran video supaya tidak tergantung pada satu pihak saja. Tetapi walaupun banyak yang mendukung untuk menggunakan HTML5, tidak berarti tanpa rintangan. Sebenarnya dalam menentukan fitur pemutaran video dalam HTML5 sendiri pun terjadi persaingan sengit.
David Dudas menjelaskan dengan sangat baik di Business Insider mengenai gambaran singkat tentang awal dari perseteruan ini. Web Browser mulai bermunculan pada awal tahun 90-an. Kemampuan pada masa itu hanyalah untuk menampilkan teks, dan belakangan baru ditambah kemampuan me-render gambar. Tidak ada orang yang pernah berpikir web browser memiliki kemampuan untuk menampilkan sesuatu yang kompleks seperti video. Itu sebabnya pihak pengembang tidak pernah mengoptimalkan software untuk mendukung pemutaran video. Sampai hari ini, web browser tidak dioptimasi untuk itu.
Untungnya, pihak pengembang cukup visioner dan merancang supaya browser dapat menerima fungsionalitas dari pihak ketiga melalui arsitektur plugin. Contoh plugin yang sangat populer adalah Flash Player, yang berguna untuk memutar flash di browser. Sedemikian populernya Flash Player ini sehingga tidak sedikit orang yang mengira Flash Player merupakan bagian dari browser.
Pada tahun 2004, badan standarisasi mulai mengerjakan standar baru dan salah satunya memutuskan bahwa perlunya kemampuan memutar video langsung dari browser. Artinya tidak perlu adanya plugin pihak ketiga lagi, sebuah ide fantastis, itulah HTML5.
Standar HTML5 hanya menjelaskan harus mendukung video, tetapi tidak menentukan codec apa yang dipakai, atau format apa yang didukung. Karena itulah, perseteruan mulai terjadi. Apple dan Microsoft mengusung H.264, sedangkan Google, yang didukung Firefox dan Opera, mengajukan WebM.
H.264 sudah digunakan 2/3 video di internet, mudah disimpan dan ditransmisi di web. H.264 sendiri sudah didukung Blu-Ray, kamera digital dan digital broadcasting. Banyak video card dan prosesor yang sudah didesain untuk mendecode H.264 dengan cepat. Sayangnya H.264 bersifat proprietary (tertutup) dan biaya lisensi sangat mahal.
WebM merupakan solusi dari ketertutupan H.264 dan bersifat bebas royalti. Tetapi banyak orang berspekulasi, mampukah kemampuan WebM menandingi H.264? Dan mengharapkan orang menformat jutaan video yang sudah merupakan codec H.264 ke WebM? Mungkinkah?
Sebagai pihak web developer ataupun pengusaha, ini merupakan dilema baru yang akan dihadapi di masa akan datang. Bagaimana tidak? Jika website hanya mendukung salah satu codec maka akibatnya adalah ada sebagian orang (banyak ataupun sedikit) tidak bisa membukanya. Mereka tidak akan pernah mau tahu kalau masalah tidak bisa buka ini adalah masalah kompabilitas codec atau lisensi. Memang selalu begitulah dunia teknologi, penuh persaingan demi teknologi yang lebih baik!
[...] This post was mentioned on Twitter by Garry Bernardy, Computesta. Computesta said: New blog post: Perperangan Video dalam HTML5 http://bit.ly/eGau5B [...]